AKHLAK TASAWUF (II)

 on 28 Januari 2013  


TASAWUF

Tasawuf (Tasawwuf) atau Sufisme (bahasa Arab: تصوف ,) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi. Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud (menjauhi hal duniawi) dalam Islam, dan dalam perkembangannya melahirkan tradisi mistisme Islam. Tarekat (Berbagai aliran dalam Sufi) sering dihubungkan dengan Syiah, Sunni, cabang Islam yang lain, atau kombinasi dari beberapa tradisi. Pemikiran Sufi muncul di Timur Tengah pada abad ke-8, sekarang tradisi ini sudah tersebar ke seluruh belahan dunia.

Ada beberapa sumber perihal etimologi dari kata "Sufi". Pandangan yang umum adalah kata itu berasal dari Suf (صوف), bahasa Arab untuk wol, merujuk kepada jubah sederhana yang dikenakan oleh para asetik Muslim. Namun tidak semua Sufi mengenakan jubah atau pakaian dari wol. Teori etimologis yang lain menyatakan bahwa akar kata dari Sufi adalah Safa (صفا), yang berarti kemurnian. Hal ini menaruh penekanan pada Sufisme pada kemurnian hati dan jiwa. Teori lain mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata Yunani theosofie artinya ilmu ketuhanan.

Yang lain menyarankan bahwa etimologi dari Sufi berasal dari "Ashab al-Suffa" ("Sahabat Beranda") atau "Ahl al-Suffa" ("Orang orang beranda"), yang mana dalah sekelompok muslim pada waktu Nabi Muhammad yang menghabiskan waktu mereka di beranda masjid Nabi, mendedikasikan waktunya untuk berdoa.

Contoh Paham Tasawuf

Kedudukan Syariat Dalam Empat Tingkatan Spiritual

Syari'at dalam perspektif faham tasawuf ada yang menggambarkannya dalam bagan Empat Tingkatan Spiritual Umum dalam Islam, syariat, tariqah atau tarekat, hakikat. Tingkatan keempat, ma'rifat, yang 'tak terlihat', sebenarnya adalah inti dari wilayah hakikat, sebagai esensi dari kempat tingkatan spiritual tersebut.

Sebuah tingkatan menjadi fondasi bagi tingkatan selanjutnya, maka mustahil mencapai tingkatan berikutnya dengan meninggalkan tingkatan sebelumnya. Sebagai contoh, jika seseorang telah mulai masuk ke tingkatan (kedalaman beragama) tarekat, hal ini tidak berarti bahwa ia bisa meninggalkan syari'at. Yang mulai memahami hakikat, maka ia tetap melaksanakan hukum-hukum maupun ketentuan syariat dan tarekat

MAQOM

Pengertian Maqom atau Maqamat

Maqamat dan Ahwal” adalah dua kata kunci yang menjadi icon untuk dapat mengakses lebih khusus ke dalam inti dari sufisme, yang pertama berupa tahapan-tahapan yang mesti dilalui oleh calon sufi untuk mencapai tujuan tertinggi, berada sedekatdekatnya dengan Tuhan, dan yang kedua merupakan pengalaman mental sufi ketika menjelajah maqamat. Dua kata ‘maqamat dan ahwal’ dapat diibaratkan sebagai dua sisi mata uang yang selalu berpasangan. Namun urutannya tidak selalu sama antara sufi satu dengan yang lainnya.
Maqamat adalah bentuk jamak dari kata maqam, yang secara terminologi berarti tingkatan, posisi, stasiun, lokasi. Secara terminologi Maqamat bermakna kedudukan spiritual atau Maqamat adalah stasiun-stasiun yang harus dilewati oleh para pejalan spiritual (salik) sebelum bisa mencapai ujung perjalanan.

1.     Maqom Taubat

Dalam ajaran tasawuf konsep taubat dikembangkan dan memiliki berbagai macam pengertian. Secara literal taubat berarti “kembali”. Dalam perspektif tasawuf , taubat berarti kembali dari perbuatan-perbuatan yang menyimpang, berjanji untuk tidak mengulanginya lagi dan kembali kepada Allah. Tobat tidak dapat dilakukan hanya sekali, tetapi harus berkali-kali Dalam hal ini Dzu al Nunal-Mishry membagi taubat pada dua bagian yaitu taubatnya orang awam dan orang khawas.
Lebih lanjut al-Daqqaq membagi taubat dalam tiga tahap. Tahap pertama yaitu taubat kemudian inabah (kembali) dan tahap terakhir yaitu awbah. Menurut al-Sarraj tobat terbagi pada beberapa bagian. Pertama, taubatnya orang-orang yang berkehendak (Muridin), muta’arridhin, thalibin dan qashidin. Kedua, taubatnya ahli haqiqat (kaum khawwas). Pada bagian ini para ahli haqiqat tidak ingat lagi akan dosa-dosa mereka karena keagungan Allah telah memenuhi hati mereka dan mereka senantiasa berzikir kepadaNya. Ketiga, taubat ahli ma’rifat (khusus al-khusus). Adapun taubatnya ahli ma’rifat yaitu berpaling dari segala sesuatu selain Allah.

2.     Maqom Wara’

Kata wara’ secara etimologi mengarah pada kata الكفِّ والانقباض yang berarti menghindari atau menjauhkan diri. Dalam perspektif tasawuf wara’ bermakna menahan diri hal-hal yang sia-sia, yang haram dan hal-hal yang meragukan (syubhat). Adapun makna wara’ secara rinci adalah meninggalkan segala hal yang tidak bermanfaat berupa ucapan, penglihatan, pendengaran, perbuatan, ide atau aktivitas lain yang dilakukan seorang muslim, tidak hidup secara sembarangan, ia harus menjaga tingkah lakunya, berhati-hati jika berbicara dan memilih makanan dan minuman yang dikonsumsinya.
Wara’ adalah meninggalkan hal yang syubhat: tarku syubhat yakni menjauhi atau meninggalkan segala hal yang belum jelas haram dan halalnya. Abu bakar as-shiddiq mengatakan “Kami tinggalkan tujuh puluh pintu menuju yang halal lantaran takut jatuh pada satu pintu menuju haram”. Wara’ itu ada dua tingkat, wara’ segi lahir yaitu hendaklah kamu tidak bergerak terkecuali untuk ibadah kepada Allah. Dan wara’ batin, yakni agar tidak masuk dalam hatimu terkecuali Allah ta’ala.
Jadi, wara’ adalah meninggalkan setiap yang berbau syubhat dan meninggalkan apa yang tidak perlu, yaitu meninggalkan apa yang tidak perlu, yaitu meninggalkan berbagai macam kesenangan.

3.     Maqom Zuhud

Zuhud pada dasarnya adalah tidak tamak atau tidak ingin dan mengutamakan kesenangan duniawi. Zuhud menurut bahasa Arab materinya tidak berkeinginan. Seseorang bila dia menarik diri untuk tekun beribadah dan menghindarkan diri dari keinginan menikmati kelezatan hidup adalah zuhud pada dunia. Dalam tasawuf, zuhud dijadikan maqam dalam upaya melatih diri dan menyucikan hati untuk melepaskan ikatan hati dengan dunia. Maka di dalam tasawuf zuhud diberi pengertian dan diamalkan secara bertingkat.

Diantara makna kata zuhud adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam al-Gazali “mengurangi keinginan kepada dunia dan menjauh darinya dengan penuh kesadaran”.

Menurut Abu Bakr Muhammad al- Warraq, kata zuhud mengandung tiga hal yang mesti ditinggalkan yaitu huruf “z” berarti zinah (perhiasan atau kehormatan), huruf “h” berarti hawa (keinginan), dan “d” menunjuk kepada dunia (materi). Dalam perspektif tasawuf, zuhud diartikan dengan kebencian hati terhadap hal ihwal keduniaan padahal terdapat kesempatan untuk meraihnya hanya karena semata-mata taat dan mengharapkan ridha Allah SWT.

Menurut Syaikh Syihabuddin ada tiga jenis kezuhudan yaitu :
·                 Kezuhudan orang – orang awam dalam peringkat pertama.
·                 Kezuhudan orang-orang khusus (kezuhudan dalam kezuhudan).
·                 Kezuhudan orang-orang khusus dikalangan kaum khusus.

Sedangkan menurut al-Sarraj ada tiga kelompok zuhud :
  1. Kelompok pemula (mubtadiin), mereka adalah orang-orang yang kosong tangannya dari harta milik, dan juga kosong kalbunya.
  2. Kelompok para ahli hakikat tentang zuhud (mutahaqqiqun fi al-zuhd). Kelompok ini dinyatakan sebagai orang-orang yang meninggalkan kesenangan-kesenangan jiwa dari apa-apa yang ada di dunia ini, baik itu berupa pujian dan penghormatan dari manusia.
  3. Kelompok yang mengetahui dan meyakini bahwa apapun yang ada di dunia ini adalah halal bagi mereka, namun yakin bahwa harta milik tidak membuat mereka jauh dari Allah dan tidak mengurangi sedikitpun kedudukan mereka, semuanya semata-mata karena Allah.

4.     Maqom Fakir

Maqam fakir merupakan perwujudan upaya “tathhir al-qalbi bi’i-kulliyati‘an ma siwa ‘llah”, yaitu penyucian hati secara keseluruhan terhadap apa yang selain tuhan. Yang dituju dengan konsep fakir sebenarnya hanyalah memutuskan persangkutan hati dengan dunia, sehingga hatinya hanya terisi pada kegandrungan pada keindahan penghayatan makrifat pada Zat Tuhan saja di sepanjang keadaan.

Faqir bermakna senantiasa merasa butuh kepada Allah. Sikap faqir sangat erat hubungannya dengan sikap zuhud. Jika zuhud bermakna meninggalkan atau menjauhi keinginan terhadap hal-hal yang bersifat materi (keduniaan) yang sangat diinginkan maka faqir berarti mengosongkan hati dari ikatan dan keinginan terhadap apa saja selain Allah, kebutuhannya yang hakiki hanya kepada Allah semata.

5.     Maqom Sabar

Maqam sabar dalam tasawuf direnungkan dan dikembangkan menjadi konsep yang diungkapkan dalam berbagai pengertian. Sabar adalah menerima segala bencana dengan laku sopan atau rela. Dan dikatakan pula bahwa sabar adalah fana’ di dalam bala bencana tanpa ada keluhan.

Sabar secara etimologi berarti tabah hati. Dalam Mu’jam Maqayis al-Lughah disebutkan bahwa katasabar memiliki tiga arti yaitu menahan, sesuatu yang paling tinggi dan jenis bebatuan. Sabar menurut terminologi adalah menahan jiwa dari segala apa tidak disukai baik itu berupa kesenangan dan larangan untuk mendapatkan ridha Allah.

Dalam perspektif tasawuf sabar berarti menjaga adab pada musibah yang menimpanya, selalu tabah dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya serta tabah menghadapi segala peristiwa. Makna sabar menurut ahli sufi pada dasarnya sama yaitu sikap menahan diri terhadap apa yang menimpanya.

Menurut al-Sarraj sabar terbagi atas tiga macam yaitu:
  • Orang yang berjuang untuk sabar
  • Orang yang sabar
  • Orang yang sangat sabar.

6.     Maqom Tawakal

Tawakkal atau tawakkul (bahasa Arab) yang berarti mewakilkan atau menyerahkan. Jika dilihat dari segi istilah, tawakkal berarti berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam menghadapi atau menunggu hasil suatu pekerjaan, atau menanti akibat dari suatu keadaan. Tawakkal dalam tasawuf dijadikan washilah untuk memalingkan dan menyucikan hati manusia agar tidak terikat dan tidak ingin dan memikirkan keduniaan serta apa saja selain Allah. Pada dasarnya makna atau konsep tawakkal dalam dunia tasawuf berbeda dengan konsep agama.

Tawakkal menurut para sufi bersifat fatalis, menggantungkan segala sesuatu pada takdir dan kehendak Allah. Syekh Abdul Qadir Jailany menyebut dalam kitabnya bahwa semua yang menjadi ketentuan Tuhan sempurna adanya, sungguh tidak berakhlak seorang salik jika ia meminta lebih dari yang telah ditentukan Tuhan. Tawakkal adalah suatu sikap mental seorang (sufi) yang merupakan hasil dari keyakinannya yang bulat kepada Allah, karena di dalam tauhid ia diajari agar meyakini bahwa hanya Allah yang menciptakan segala-galanya, pengetahuanNya Maha Luas, Dia yang menguasai dan mengatur alam semesta ini.

Jadi arti tawakkal yang sebenarnya menurut ajaran Islam ialah menyerahkan diri kepada Allah SWT setelah berusaha keras dalam berikhtiar dan bekerja sesuai dengan kemampuan dalam mengikuti sunnah Allah yang Dia tetapkan.

7.     Maqom Ridho

Maqam ridha adalah ajaran untuk menanggapi dan mengubah segala bentuk penderitaan, kesengsaraan dan kesusahan menjadi kegembiraan dan kenikmatan. Dalam perspektif tasawuf ridha berarti sebuah sikap menerima dengan lapang dada dan senang terhadap apapun keputusan Allah kepada seorang hamba, meskipun hal tersebut menyenangkan atau tidak. Sikap ridha merupakan buah dari kesungguhan seseorang dalam menahan hawa nafsunya.

Ridha menurut al-Sarraj merupakan sesuatu yang agung dan istimewa, maksudnya bahwa siapa yang mendapat kehormatan dengan ridha berarti ia telah disambut dengan sambutan paling sempurna dan dihormati dengan penghormatan tertinggi. Dalam kitabnya al-Luma’ al-sarraj lebih lanjut mengemukakan bahwa maqam ridha adalah maqam terakhir dari seluruh rangkaian maqamat.

Imam al-Gazali mengatakan bahwa hakikat ridha adalah tatkala hati senantiasa dalam keadaan sibuk mengingatnya. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa seluruh aktivitas kehidupan manusia hendaknya selalu berada dalam kerangka mencari keridhaan Allah.#
AKHLAK TASAWUF (II) 4.5 5 JASMAN UNIMPORTANT 28 Januari 2013 TASAWUF Tasawuf (Tasawwuf) atau Sufisme (bahasa Arab: تصوف ,) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernih...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer